Negative thinking

Negative thinking adalah pola atau cara berpikir yang lebih condong pada sisi-sisi negatif dibanding sisi positifnya. Pola pikir ini bisa tampak dari keyakinan atau pandangan yang terucap, cara seseorang bersikap, dan perilaku sehari-hari. Karena sisi negatif lebih dominan, tidak heran jika cara berpikir seperti ini dipenuhi sikap apriori, prasangka, ketidakpercayaan, kecurigaan, dan kesangsian, yang seringkali tanpa dasar atau tanpa nalar sama sekali.

Pola pikir negatif juga tampak dari cara seseorang memandang atau merespon persoalan yang seringkali mengabaikan rasionalitas, logika, fakta, atau informasi yang relevan. Meskipun begitu, rasionalitas juga bisa terjerumus dalam kerangka pikiran yang bersifat negatif. Artinya, seseorang secara sadar dapat memanfaatkan rasionalitas, logika, dan kecakapan berpikirnya untuk memandang suatu persoalan secara negatif.

Penyebab dari pola pikir semacam ini adalah konstruksi persepsi yang didasarkan pada sistem keyakinan, cara pandang (paradigma), atau cara kita memahami suatu persolan. Karena pola pikir ini bersifat paradigmatis, maka setiap data, fakta, atau informasi akan kita persepsi sesuai dengan paradigma yang dianut. Jika paradigmanya bersifat konflik, maka yang muncul adalah persepsi-persepsi konfliktual, baik ofensif maupun defensif. Sementara jika paradigmanya harmoni, maka persepsi-persepsi yang dominan pun sifatnya lebih harmonis, menyatukan, mensintesis, dan antikonflik.

Dalam diri semua orang, terkadung sesuatu yang oleh para ahli psikologi disebut self defense mechanism, yaitu suatu kecenderungan untuk mempertahankan diri dari apa yang kita persepsikan sebagai sesuatu yang menyerang atau berpotensi menghalangi tercapainya keinginan kita. Salah satu pilihan mempertahankan diri itu adalah dengan bersikap ofensif atau menyerang balik si pengancam. Dampak buruk dari mudahnya kita berpikir negatif adalah sulitnya kita menerima pendapat orang lain, sulit menerima hal baru, sulit bersosialisasi, dan sering muncul sebagai pribadi yang kurang menarik untuk diajak kerjasama.

Internal
Pola berpikir negatif tidak semata-mata tertuju pada dunia luar saja. Negatifisme juga bekerja secara internal atau menyerang diri kita sendiri. Ini bisa tampak dari keyakinan, persepsi diri, atau cara pandang kita terhadap diri sendiri sehingga memunculkan citra diri negatif. Contoh; memandang diri sendiri sebagai tidak berbakat, memiliki banyak kelemahan, terbelakang secara mental, atau bernasib kurang beruntung.

Citra diri negatif bukanlah sebentuk persepsi diri yang terbentuk dalam sekejap. Persepsi ini muncul dan tertanam sedikit demi sedikit, terakumulasi berdasarkan jenis-jenis peristiwa atau pengalaman hidup yang kita alami. Misalnya, dalam sebuah kesempatan kita mengalami perlakuan yang kurang sopan dari seseorang. Pada kesempatan lain, kembali kita diperlakukan secara buruk oleh pihak lain. Lalu dalam jangka waktu yang agak lama berselang, ternyata kita kembali mendapat perlakuan tidak seperti yang kita harapkan. Maka, kemudian muncul pertanyaan dalam diri kita, Apakah saya memang pantas mendapat perlakuan seperti ini? Lalu, sedikit demi sedikit muncul persepsi bahwa hidup kita memang kurang beruntung. Persepsi sekilas itu bisa menjadi permanen jika frekuensi terjadinya peristiwa-peristiwa yang mendasarinya itu sering berulang.

Citra diri negatif ini kemudian akan membuat kita menjadi pribadi yang sangat tidak efektif dan sulit berkembang ke arah yang lebih baik. Ambil contoh persepsi diri kita tidak memiliki bakat. Persepsi ini bisa berbuntut pada kecenderungan kita untuk tidak mau menggali bakat-bakat terpendam kita. Bahkan kita cenderung mengingkari keberadaan bakat-bakat terpendam tadi, dan akhirnya membuat kita malas mengasah bakat atau enggan meningkatkan ketrampilan kita. Dari anggapan yang keliru inilah proses pengembangan diri kita terhambat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Oke,, Happy commenting di blog dofollow ini, Salam blogger ^_^ !!